software teknologi untuk petani

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitu peribahasa yang pas ditujukan kepada nasib petani di Indonesia. Anak muda ogah menjadi petani karena cuan tak pasti. Petani tua dan gurem makin bertambah karena tak ada pilihan hidup yang lebih mudah. Perlu pemanfaatan teknologi demi menarik minat anak muda menjadi petani. Software teknologi untuk petani dengan Solusi Mitra dan Agrivi semoga bisa menjadi solusi pertanian masa kini.

Jumlah Petani Muda Makin Menurun

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disadur Kompas (5/12/2023), jumlah petani milenial atau kelahiran 1981-1996 (dengan perkiraan usia sekarang sekitar 27-42 tahun) terus menurun. Miris banget dengan kondisi tersebut apalagi negara kita masih berjuluk negara agraris.

Software teknologi untuk petani

Proporsi jumlah petani berusia 25-34 tahun turun dari 11,97 persen pada 2013 menjadi 10,24 persen pada 2023. Begitu juga dengan petani berusia 25-44 tahun yang turun dari 26,34 persen menjadi 22,08 persen.

Kondisi tersebut juga terjadi di desaku. Aku kaget saat balik ke desa. Ternyata sudah minim sekali anak-anak muda yang mau menjadi petani. Kalau pun ada yang mau jadi petani, mereka terpaksa karena pendidikan rendah, ketiadaan modal untuk berwirausaha lainnya, nyali yang ciut untuk mengadu nasib di kota (tentu harus butuh relasi hingga modal untuk ke kota), serta tak ada yang mengurus sawah warisan orang tua.

Aku mengalami kondisi yang terakhir. Setelah lebih 13 tahun hidup di ibu kota dan merasakan gaji double digit (bahkan sampai sekarang masih ber-KTP warga DKI Jakarta, masih males ngurus surat pindah), aku berpikir ingin hidup lebih tenang dengan kembali membangun desa.

Produktivitas kerja pekerja kantoran

Salah satunya ya menjadi petani. Meski pilihan profesi ini sangat tidak punya gengsi. Apalagi di mata calon mertua masa kini yang pingin calon mantunya mapan secara materi.  

Namun kalau bukan kita yang mengubah nasib ini, siapa lagi? Apalagi di tengah isu gejolak kerawanan pangan secara global. Jumlah petani makin menurun, produksi hasil pertanian merosot. Namun permintaan pangan terus meningkat seiring lonjakan penduduk secara global. 

Pentingnya Regenerasi Petani

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin, perlu regenerasi petani untuk menyelamatkan krisis pangan yang bakal terjadi di masa mendatang. Penurunan jumlah petani muda harus dipandang serius agar tak menjadi kasus.

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 yang digelar BPS, jumlah unit usaha pertanian di Indonesia turun 7,42 persen dari sebanyak 31,71 juta unit pada ST 2013 menjadi 29,36 juta unit pada ST 2023. Sensus pertanian digelar BPS setiap 10 tahun yang tahun lalu telah digelar 1 Juni-31 Juli.

Menariknya, jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) justru meningkat 8,74 persen dari 26,14 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 28,42 juta rumah tangga pada 2023. Peningkatan itu justru terjadi pada petani usia tua. Sekaligus peningkatan jumlah petani gurem alias pemilik lahan di bawah 0,5 hektare.  

Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto bilang, proporsi petani pengelola Usaha Pertanian Perorangan (UTP) berusia 55-64 tahun naik dari 20,01 persen pada 2013 menjadi 23,3 persen pada 2023. Begitu pula proporsi petani di atas 65 tahun meningkat dari 12,75 persen menjadi 16,15 persen dalam 10 tahun terakhir.

Jumlah petani gurem di Indonesia naik dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023. Proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia juga naik dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023.

Hal ini berarti regenerasi petani makin minim. Petani tua sekaligus petani gurem terpaksa tetap melanjutkan usaha karena tidak ada pilihan lain. Menjual tanah untuk biaya hidup sehari-hari tentu tidak bijak. Apalagi masih memiliki anak.

Satu-satunya cara ya harus mengelola sawahnya sendiri, tanpa bantuan anak. Karena sang anak tentu lebih memilih merantau ke kota demi mengadu nasib. Daripada menjadi petani yang hidupnya makin sulit.

Mahar Selangit Modernisasi Pertanian

Imbas lonjakan petani tua dan petani gurem di Indonesia, produksi dan produktivitas sawah tentu tak bertambah. Mereka lebih suka bertani dengan cara tradisional, yang penting berbiaya murah.

Hal ini dibuktikan dengan makin senangnya pemerintah impor beras demi memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus melimpah. Ditambah lagi petani sekarang yang ogah menanam padi karena biaya operasionalnya makin bertambah.

Contoh saja di kelompok tani di desaku. Petani rata-rata masih membajak sawah dengan sapi. Belum memakai traktor tangan karena biayanya tentu lebih tinggi.  Jangan dibandingkan dengan petani luar negeri, yang sudah memakai teknologi tinggi dengan traktor besar yang tentu efisien dan nggak bikin rugi.

Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Fadli Hafizulhaq mengatakan, petani di Indonesia yang mayoritas petani tua dan petani gurem lebih suka minim pemakaian teknologi. Mereka masih mementingkan tenaga sendiri dan tidak mengeluarkan biaya operasional yang mahal. Padahal kalau dihitung, biaya operasional ini justru lebih tinggi dibandingkan pemakaian teknologi.

BACA JUGA:

  1. Nasib Petani di Tengah Ancaman Kekeringan
  2. Jadi Petani Kopi, Untungkah?
  3. Nasib Petani Kurang Diperhatikan
  4. Petani Indonesia Belum Sejahtera
  5. Jumlah Petani Menyusut

Dengan kelambatan adopsi teknologi tersebut, produksi dan produktivitas sawah di Indonesia tentu makin berkurang. Tentu nggak cukup untuk memenuhi perut masyarakat Indonesia yang bilang belum kenyang kalau belum makan nasi. Padahal negeri ini tidak kekurangan lahan pertanian padi. Kita saja yang kurang memanfaatkan teknologi untuk meminimalkan biaya dan lebih menggenjot produksi.

Menurut Fadli, petani di Indonesia terhambat mahar selangit modernisasi pertanian. Apalagi mayoritas masih menjadi petani gurem. Untuk memakai teknologi pertanian, tentu bukan urusan gampang. Butuh biaya besar untuk mewujudkannya.

Aku pernah ikut pelatihan petani milenial dengan memanfaatkan teknologi. Misal untuk penyemprotan penanggulangan hama. Pihak penyuluh pertanian menawarkan memakai pesawat nirawak (drone). 

Mereka mematok harga drone tersebut sekitar Rp 100 juta. Karena petani masih menganggap mahal, mereka hanya menawarkan penyewaan sekitar Rp 400 ribu untuk penyemprotan satu hektar. Bagi petani gurem, biaya tersebut tentu mahal. Padahal penghasilan kotor Rp 1 juta per bulan saja sudah syukur. Tentu mereka nggak mau pake drone itu karena sama saja menggerus untung.

Fadli bilang, akar masalah petani belum mau memakai teknologi karena masih mahal. Apalagi notabene petani kebanyakan dari kalangan menengah ke bawah. Jangankan untuk membeli mesin pertanian, mencari modal untuk memulai usaha saja tidak sedikit petani kita yang harus kompromi dengan tengkulak.

Software Teknologi untuk Petani

Solusinya, pemerintah harus turun tangan membantu petani yang mayoritas berusia tua dan petani gurem ini. Libatkan kembali

Kelompok Tani (poktan) dengan menggelontorkan bantuan berupa alat mesin pertanian (alsintan) serta pertanian berbasis teknologi melalui software teknologi untuk petani.

Dengan bantuan tersebut, generasi muda tentu akan ikut dan tergerak menjadi petani milenial. Urbanisasi akan berkurang. Anak-anak desa pun dapat bekerja sambil menemani orang tua mereka di desa. Pendapatan double digit setara pekerja di kota, tentu tidak sulit asal mau berusaha. Aku pun sudah merasakan bisa menghasilkan panen Rp 6 juta sehari hanya dari mentimun, pare dan cabai. Menggiurkan, bukan?

Manajemen produksi petani digital

Optimalkan Pertanian Digital dengan Solusi Mitra dan Agrivi

Revolusi industri 4.0 diperkirakan bakal mendorong modernisasi dunia pertanian. Teknologi baik berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) bakal meningkatkan produktivitas pertanian.

Salah satunya, software teknologi untuk petani denganbusiness toolsmelalui Solusi Mitra dan Agrivi. Perusahaan Agrivi yang telah berdiri sejak 2013 ini secara konsisten menyelesaikan masalah pangan global melalui perubahan cara produksi pangan yang berdampak ke miliaran orang. 

Agrivi tidak hanya membawa aplikasi pertanian sederhana kepada petani, tetapi mendukung mereka dalam mengadopsi konsep-konsep baru sistem manajemen tanaman. Tentu dengan menerapkan praktik terbaik yang fokus pada keberlanjutan, keselamatan pangan dan gizi hingga melindungi tanaman secara tepat waktu demi mengurangi risiko kerugian hasil. Sehingga produktivitas kerja dan manajemen produksi petani makin meningkat.

Pendekatan yang dilakukan Agrivi, masalah pangan global harus dipecahkan melalui digitalisasi pertanian. Yaitu melalui business tools dengan mengubah pengambilan keputusan petani.

Semula, petani yang bergantung pada praktik tradisional dan pengetahuan historis akan dituntut mengambil keputusan berbasis data baru. Selain itu harus berdasarkan fakta yang didukung praktik terbaik dan wawasan agronomi real-time yang tersedia menggunakan teknologi. Terutama ekonomi berbasis digital, tak terkecuali pertanian. Jadi, optimalkan pertanian digital dengan Solusi Mitra dan Agrivi.

Software Astakona Business Tools

Hal ini terkait isu keamanan pangan pada 2050. Populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9 miliar orang dan peningkatan produksi pangan global yang lebih dari 60 persen perlu dukungan petani, terutama dari kalangan petani muda agar mau terjun mengatasi krisis pangan global.

Agrivi pun peduli terhadap gizi dan keselamatan pangan. Makanan yang tidak aman menyebabkan 600 juta kasus penyakit yang ditularkan melalui makanan dan 420 ribu kasus kematian. Produktivitas kerja dan manajemen produksi petani saat ini harus dipenuhi untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan global nanti.

Kita adalah apa yang kita makan. Memproduksi makanan bergizi, sehat, dan aman menjadi persyaratan utama industri agri-pangan. Agrivi percaya transformasi digital seluruh industri agri-pangan sangat penting untuk memecahkan masalah pangan global. Kami berfokus mengubah cara petani memproduksi pangan sekaligus pemberdayaan petani agar mereka terus berdikari.

Penghargaan Agrivi

Sebagai perusahaan terkemuka, Agrivi telah memenangkan beragam penghargaan yang diakui dunia. Penghargaan tersebut di antaranya: 

  • Top 10 Perusahaan dengan Pertumbuhan Tertinggi di Inggris
  • Agriculture Innovations Systems and Sustainable Farming Award dari Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO)
  • First Place in the Precision Farming Segment The FoodTech 500 dari Forward Foodiing
  • Penghargaan 2 tahun berturut-turut dalam 50 perusahaan teknologi yang tumbuh paling cepat di Eropa Tengah dari Deloitte
  • FT 1000 Ranks dalam perusahaan yang paling tumbuh cepat di Eropa

Mengenal Produk Agrivi

Sebagai perusahaan yang menyelesaikan masalah pangan global dengan digitalisasi pertanian,Agrivimemiliki produk yang akan meningkatkan produktivitas kerja dan manajemen produksi petani. Tak terkecuali petani di Indonesia.

Agrivi Business Tools

Agrivi 360 Farm Management Software

Sebagai perusahaan terkemuka manajemen software teknologi untuk petani, business tools memakai Agrivi akan memudahkan petani mengontrol masalah operasional pertanian yang kompleks. Selain itu, akan mempermudah petani dalam pengambilan keputusan berdasarkan data yang telah diolah.

Dengan memakai business tools optimalkan pertanian digital dengan Solusi Mitra dan Agrivi, petani akan dapat mengoptimalkan produktivitas kerja dan manajemen produksi sehingga ongkos operasional dapat ditekan maksimal. Imbasnya, cuan bakal melimpah dan petani dapat lebih sejahtera.

Agrivi memiliki software teknologi untuk petani yaitu farm enterprise, farm insight, farm advisory, hingga agriculture supply chain.

Melalui beragam software teknologi untuk petani ini, Agrivi ingin memberikan solusi menyeluruh kepada petani mulai dari efisiensi perencanaan pembenihan, penanaman, perawatan, penjualan hingga administrasi pertanian.

Agrivi Food

Agrivi memiliki Agrivi Food yang memberikan solusi penyediaan produksi pangan secara transparan. Bahkan Agrivi memiliki sistem pelacakan yang dapat dipindai melalui QR Code. 

Konsumen dapat memperoleh pangan secara aman, nyaman, dan higienis melalui Agrivi Food yang bermitra dengan petani lokal setempat.

Agrivi AI

Dengan memakai teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), Agrivi mendukung kemitraan antara perusahaan dan petani lokal untuk bekerja sama dalam berbagai hal.

Kemitraan ini diwujudkan dalam bentuk pendampingan hingga dukungan layanan pesan singkat melalui WhatsApp dan Viber.

Agrivi Connect

Agrivi menawarkan layanan interoperabilitas yang lengkap untuk semua mesin, Internet of Things ((IoT), dan Enterprise Resource Planning (ERP). Petani mendapatkan layanan lengkap, baik informasi cuaca, sensor tanah, hingga mesin pertanian serta pengelolaan semua data dari sawah dalam satu wadah. 

Integrasi ini dapat dilakukan dengan mudah melalui platform manajemen pertanian AGRIVI sehingga pemantauan data pertanian dapat dilakukan real-time dan akurat.

Solusi Mitra dengan Astakona

Di Indonesia, Agrivi menjalin kerja sama solusi mitra dengan Astakona. Meski baru berdiri pada 2023, PT Gemilang Astakona Sejahtera (Astakona) telah diakui sebagai mitra yang tangkas di Indonesia dan Asia Pasifik.

Business Tools Produk Astakona

Astakona memiliki layanan komprehensif baik produk Astakona maupun software Astakona sehingga mempercepat pertumbuhan bisnis konsumen termasuk petani melalui teknologi. Harapannya, Agrivi setelah bermitra dengan Astakona melalui produk Astakona dan software Astakona dapat memperluas bisnisnya di Indonesia dan Asia Pasifik.

Melalui produk Astakona dan software Astakona, mereka memiliki manajemen platform software yang menyeluruh untuk semua produk pertanian. Di antaranya, ritel, bank dan asuransi, pemerintah, pedagang benih, hingga perusahaan pengolahan pangan.

Selain Solusi Mitra, Astakona memiliki produk dan layanan berkualitas untuk mendorong bisnis lebih sukses dan tinggi produktivitas. Di antaranya, business tools seperti Lark Suite, The Sales Machine, Akrivia HCM, Facttwin, UptimeAI, Epicor, dan Services.

Kunjungi https://astakona.id/id/ sekarang untuk informasi lebih lanjut!

Petani Harus Segera Adopsi Teknologi

Adopsi teknologi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun saat proses itu mampu dilakukan, kedaulatan pangan akan mampu diwujudkan. 

Bukan tidak mungkin di masa depan, Indonesia dapat mengikuti keberhasilan industri pertanian seperti di Thailand, Vietnam hingga Jepang sebagai eksportir bahan pangan, tak terkecuali beras.

Pemerintah dan berbagai kalangan harus bekerja sama mewujudkannya, termasuk dengan menguasai software teknologi untuk petani. Jangan sampai, status negara agraris sebagai slogan semata hanya karena tak menguasai teknologi tepat guna. 

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

23 thoughts on “Software Teknologi untuk Petani dengan Solusi Mitra dan Agrivi”
  1. Betul juga. Sekarang jarang anak muda mau jadi petani. Kebanyakan mereka pilih bekerja di kota. Sawah pun banyak yang berubah jadi rumah.

  2. suka background fotonya. maaf salfok. soalnya keren banget. berasa dinginnya, berasa sejuknya. berasa pengen liburan

  3. Harus diperbanyak artikel seperti ini, mensosialisasikan jadi petani penghasilannya gak kurang dibandingkan pekerja di ibu kota.
    Menyasar anak muda supaya tertarik untuk jadi petani, sehingga banyak generasi pengganti yang unggul dan berdaya.
    Pemerintah juga jangan omong doang. Pupuk mahal, bibit unggul sudah, mau bagaimana petani bisa sukses secepatnya?

  4. anak muda kebanyakan mah gengsi buat jadi petani. merasa pekerjaan petani nggak kerenlah. Padahal mah petani juga punya software yang bagus juga. Mantap…

  5. Masuk akal ya kalau kaum muda tidak tertarik pada pertanian, karena ilmu yang diwariskan oleh orang tuanya masih cara pertanian konvensional. Ya mana pada mau. Wong jamannya sudah berubah. Jaman teknologi, jaman digital. Dan benar banget bahwa peran pemerintah sangat diperlukan. Bimbing tuh masyarakatnya agar bisa jadi petani yang handal di jaman teknologi ini. Jangan main enaknya saja dengan serba impor. Pinjami dan ajari pakai alat pertanian yang modern kek atau gimana.

  6. Sekarang ini sudah banyak anak muda yang jadi petani . Setelah menyelesaikan kuliahnya, mereka kembali ke desa, mengaplikaiskan ilmunya untuk membangun desa. Dan ini keren dan harus didukung. Alhamdulillah sudah ada software teknologi untuk petani. Pastinya akan sangat membantu. Hasil pertanian juga akan maksimal.

  7. Semoga software ini bisa membantu petani dalam meningkatkan hasil panen yang berlimpah. Sehingga apa yang sudah diusahakan para petani tidak sia-sia.

  8. Di era digital ini, teknologi semakin berperan penting dalam berbagai sektor, termasuk pertanian. Software teknologi seperti Mitra dan Agrivi hadir untuk membantu para petani meningkatkan produksi dan keuntungan mereka. boleh banget dicobain

  9. Melihat petani-petani Indonesia yang kalah dalam pemakaian teknologi, aku bersyukur sih ada software seperti Astakona ini. Setidaknya, petani jadi dimudahkan soal pengelolaan apapun

  10. Di desa saya juga sama Mas. Para petani mulai berkurang setiap periodenya , bahkan lahan pertanian pun sudah banyak yang beralih fungsi ke yang lain. Miris sih dan tentunya menjadi PR bersama agar kita bisa menjaga ketahanan pangan

  11. lengkap banget produk agrivi. semoga bisa menjadi solusi pertanian go digital sehingga anak muda tertarik kembali jadi petani.

  12. Miris ya. Negara agraris tapi anak muda berkualitasnya udah nggak berminat bertani. Sarjana pertanian pun banyak yang bekerja di bidang yang sama sekali berbeda. Paling ngenes itu kalau lihat berita tentang hasil panen berlimpah lalu dibuang-buang oleh petani karena harganya anjlok. Hiks, itu kan bisa diolah dan dijual.

    Semoga anak-anak muda yang masih mau menjadi petani bisa mengikuti kemajuan zaman dan teknologi pertanian.

  13. Andai saja para petani juga melek teknologi, tapi faktor utama yang harus berperan penting pemerintah, sih. Soalnya petani muda kini emang udah jarang banget, bahkan di rumahku, sawah juga nggak ada yang ngurus, akhirnya disewa. Nyesek, semoga aplikasi ini lekas sukses, biar pertanian di Indonesia nggak cuma omong doang.

  14. Adanya software yang memudahkan urusan pertanian ini, semoga bisa memunculkan rasa semangat bagi para petani muda untuk turut berkontribusi dalam meningkatkan pertanian kita. Apalagi kan memang sebenarnya kita membutuhkan peran tani ya

  15. Kalau pakai teknologi gini kemungkinan besar para petani bisa memajukan pertaniannya. Selain itu juga bakal perlahan bisa lepas dari tengkulak ya.

  16. Seneng bangeet kalo ada temenku yang sekampus sama aku (lulusan Biologi) balik lagi ke kota asalnya untuk implementasikan ilmunya di sana, banyak bangett yang harus dikembangkan di desa soalnya, termasuk pertanian kek gini. ilmunya dibutuhkan bangett, apalagi kita juga bisa yaa ngajak anak2 muda di sana untuk jadi petani yang juga melek teknologi

  17. Sebenernya jadi petani tuh seru. Aku sering ikut ibuk dan embah ke sawah. Sayangnya, antara modal dan pendapatan setelah panen tidak sesuai, bahkan kebanyakan rugi. Ini pun jadi salah satu faktor anak muda enggak mau terjun ke bidang pertanian. Adanya teknologi bisa jadi solusi untuk mengatasi masalah ini. Tapi, kembali lagi. Kebanyakan petani itu udah usia lanjut dan sulit memahami teknologi. Walaupun ada keluarga yang lebih muda, kadang masih kalah dengan pemikiran kolot mengenai cara tanam menanam yang sudah beliau-beliau lakukan dari dulu. Tapi, saya pribadi berharap semoga pertanian Indonesia semakin maju dengan adanya teknologi-teknologi tersebut. Biar nggak impor melulu ya ges ya hehe.

  18. Sebagai anak petani, saya tertarik nih untuk software ini. Siapa tahu bisa membantu bapak saya. Meskipun pada kenyataannya menjadi petani bukanlah hal mudah. Apalagi kalau menemui peristiwa alam seperti banjir, angin besar dan hama wereng.

    Tahun-tahun sekarang emang harus mengedukasi ke generasi muda biat mau jadi petani. Karena banyak anak jaman sekarang udah enggan jadi petani.

  19. Kolaborasi yang mantap. Petani go digital nih namanya. Melalui produk Astakona dan software Astakona, mereka memiliki manajemen platform software yang menyeluruh untuk semua produk pertanian.

  20. Setuju, petani juga harus melek teknologi, sehingga bisa mendukung kegiatan pertaniannya. Hadirnya petani-petani modern dengan penghasilan menjanjikan semoga bisa menjadi daya tarik orang-orang muda untuk mengembangkan sektor pertanian.

  21. saya sangat setuju jika sektor pertanian Indonesia harus semakin maju dan berkembang, gak hanya dari segi SDM tapi juga teknologinya. masa iya negara agraris tapo “miskin” regenerasi SDM ya. dengan hadirnya software teknologi pertanian seperti agrivi, sedikit banyak bisa membantu petani dan sektor pertanian ya. tapi mungkin masih dibutuhkan sosialisasi dan konsolidasi karena gak semua petani gapai teknologi.

  22. Tahun lalu, suamiku mencoba membuat sawah dengan lahan minim, ka Ditto.
    Dan padi yang dihasilkan bukan hanya padi biasa, tetapi dengan kandungan nutrisi dan masa panen yang bisa berkali-kali dalam setahun. Harapanya project ini bisa menjadi solusi pangan di Indonesia.
    Namun, benar sekali..
    Karena sawah tingkat yang suami buat ini membutuhkan banyak sekali dana, termasuk teknologi untuk mengawasinya, jadi lama-lama menjadi project yang bisa dibilang belum menghasilkan. Sampai kini masih mencari cara supaya bisa bangkit kembali. Karena dari segi konsep, sawah tingkat ini gak hanya memenuhi kebutuhan pangan berupa beras saja, dibawahnya ada sayuran organik, lalu di tingkat lainnya ada tanaman lain hingga di paling dasar sebagai pasokan air untuk sawah di atasnya, ada kolam ikan.
    Gak ada yang kebuang lah.. istilahnya.
    Nanti mungkin kalau sudah berjalan lagi usahanya sawah tingkatnya bisa pakai apps Agrivi dari Astakona yaa.. Memudahkan dalam input data dan lain-lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *