Petani Bajak Sawah

OLYMPUS DIGITAL CAMERAGuru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan, selama ini pemerintah kurang memerhatikan petani dan justru fokus pada konsumen. Akibatnya, ketika harga melambung, pemerintah memilih impor untuk meredam harga.

“Kebijakan impor menyebabkan pergeseran pekerja pertanian. Mereka jadi malas bertani karena impor merusak harga hasil pertanian mereka,” kata Dwi.

Andreas mengatakan, dampak terparah adalah peralihan lahan. Petani yang sudah malas bertani akan menjual lahan ke pihak-pihak yang mengalihfungsikan lahan pertanian ke sektor nonpertanian seperti properti. Ia mengatakan, 10 tahun terakhir terdapat peralihan fungsi lahan sebanyak 700 ribu hektare.

Andreas menilai, strategi yang diusung kedua capres harus dijalankan bersama. Ia mengatakan, pemberian sapi secara gratis bagi peternak, dan kemudahan jalur distribusi menjadi dua poin penting menciptakan swasembada pangan.

Selain itu, Andreas yakin Indonesia mampu swasembada pangan jika pemerintah berani mengambil sikap. Pemerintah harus mampu meningkatkan produktivitas pangan dalam setiap masa panen. “Seperti gabah kering, sebenarnya bisa mencapai 10 ribu ton per hektare. Tetapi saat ini paling banyak hanya setengahnya,” tuturnya.

Selain peningkatan produktivitas, pemerintah perlu memusatkan perhatian pada keinginan petani dalam bertani. Ia menilai, saat ini petani rata-rata enggan menjadi petani lagi karena tidak menguntungkan. Petani mengutamakan komoditas menguntungkan, misalnya petani belum mau menanam cabai karena harganya anjlok. “Jika terus tidak ada perbaikan harga, petani cabai akan beralih ke komoditas yang menguntungkan. Hal ini bisa membuat Indonesia menjadi pengimpor cabai jika dibiarkan,” katanya.

Akses Pasar

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro FX Soegijanto menilai, akses pasar bagi petani yang dinyatakan calon presiden Joko Widodo lebih utama dari pada program yang disampaikan calon presiden Prabowo Subianto, yakni peningkatan produksi. “Kalau bicara pangan memang harus dimulai dari akses pasar, bukan dari sisi produksi,” kata Soegijanto.

Menurut dia, persoalan utama pangan saat ini yakni akses pasar bagi petani yang belum dibuka secara luas. Namun, dia menilai kedua capres memiliki visi untuk perluasan lahan dengan memulai pembangunan infrastruktur air.

Dalam debat capres-cawapres terakhir pada Sabtu malam (5/7) calon presiden nomor urut dua Joko Widodo mengatakan produksi pangan nasional memerlukan peluang pasar yang lebih besar. “Bicara produksi pangan nasional yang utama adalah peluang pasar,” katanya.

Menurut Jokowi, jika sudah diketahui peluang pasar dan besarnya volume kebutuhan pasar, petani yang menanam produk pangan akan lebih mudah dan efisien. Ia mencontohkan, petani semangka dan melon, jika sudah diketahui pasar dan potensinya bisa diproduksi sesuai dengan kebutuhannya.

“Kalau petani mudah saja, diberikan bibit, pupuk, serta adanya lahan pertanian, segera bekerja menanam, misalnya melon dan semangka,” katanya.

Selain itu, kata dia, untuk menaikkan nilai tambah dan mencegah kerugian, perlu dibuat pasar alternatif, seperti dengan membuat jus melon dan semangka.

 

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *