Bisnis dapat dimulai dari hal-hal yang menjadi kesukaan atau ketertarikan terhadap sesuatu. Ini yang terjadi dan menginspirasi Aditya Ekatama Tambunan (Adit) saat mulai membuka usahanya, Warung Nagih.
Pria lulusan Manajemen Bisnis ini bersama keluarganya gemar menyantap roti bakar ketika berjalan-jalan. Baginya, roti bakar menjadi makanan yang cukup enak dan murah.
Ide membuka Warung Nagih pun muncul. Saat itu, Adit membuka usaha roti bakarnya di Jalan Mataram Jakarta Pusat. Warung Nagih dimulai dengan modal sekitar Rp 15 juta untuk membeli gerobak dorong, meja dan kursi, termasuk bahan makanan.
“Saya masih kuliah semester enam ketika membuka usaha ini pada Maret 2012. Saya mengkreasikan roti bakar dengan ice cream berbagai rasa,” ujarnya.
Berjalan tujuh bulan, usaha di kawasan Jakarta Pusat dinilai kurang mendukung, Adit pun memindahkan usahanya ke Tendean, Jakarta Selatan. Di sini, dua teman lainnya bergabung. Salah satu yang masih terus bertahan adalah Romi Dwiprahasto.
“Awalnya hanya teman-teman yang menjadi pelanggan, tetapi kemudian berkembang karena banyak teman membantu mempromosikan melalui media sosial,” ujarnya.
Seiring waktu karena kesibukan, salah satu temannya pun hengkang dari usaha tersebut. Tinggallah Adit dan Romi yang menjalankan usaha tersebut. “Ketika membuka di Tendean, kami mulai dengan modal sekitar Rp 20 juta,” ujarnya.
Agar bertahan, Adit melakukan riset untuk menciptakan produk makanan yang enak namun murah. Selain itu, dia mematangkan konsep Warung Nagih sebagai tempat kongkow anak muda di pinggir jalan, tetapi menjamin kebersihan, rasa, hingga kenyamanan konsumen.
“Kita menyasar segmen anak muda, khususnya SMA dan anak kuliah. Tapi banyak juga karyawan yang datang ke sini karena kemacetan pulang kerja. Mereka memilih mampir ke sini,” tuturnya.
Setelah berjalan cukup lama, Adit dan Romi memberanikan diri membuka cabang di Bogor. Alasan pembukaan cabang ini pun tidak jauh dari rasa ingin belajarnya yang kuat untuk menjadi pengusaha.
“Penjualan di Bogor masih lebih sepi karena memang baru buka November 2014. Namun, kita akan fokus meningkatkan penjualan di Bogor,” katanya.
Romi yang lebih banyak memegang urusan SDM mengatakan, dasar ilmu manajemen bisnis yang dipelajarinya semasa kuliah di Bina Nusantara bersama Adit cukup membantu. Namun praktek di lapangan diakui menjadi salah satu ujian kesabaran dan ketekunan terhadap usaha yang dirintis.
Saat ini dua sekawan ini mampu memekerjakan 70 karyawan untuk dua lokasi Warung Nagih. Keberhasilan usahanya tidak hanya bisa dinilai dari materi yang didapat, tetapi seberapa besar mereka mampu memekerjakan orang.
Warung Nagih mematok harga makanan berkisar Rp 6.500-20 ribu per porsi. Untuk minuman sekitar Rp 4.000-13 ribu per gelas. “Jika hanya melihat pendapatan, cenderung fluktuatif. Tetapi dalam sebulan penjualan kami di Tendean bisa mencapai 9.000 bill dan di Bogor sekitar 4.700 bill,” katanya.
Uang Penjualan Dibawa Kabur Karyawan
Dalam membangun usaha, Adit mengaku cukup berat. Pasalnya, ia harus melalui banyak hambatan seperti menciptakan sistem kerja, varian makanan dan minuman, hingga memberikan pelatihan. “Pendidikan karyawan yang minim menjadi salah satu kendala,” ujarnya.
Menurut Adit, meski menjadi kendala, hal ini bukanlah kondisi terburuk yang pernah dialami selama menjalankan usahanya. Salah satunya uang penjualan yang dibawa kabur karyawan.
Adit sempat kaget saat mengetahui orang yang telah diberi kepercayaan justru melarikan uang penjualan hariannya. Namun hal ini justru tidak memicu Adit putus asa dan kehilangan kepercayaan atas karyawannya yang lain.
“Pengalaman adalah guru terbaik. Kasus tersebut justru mendorong saya memerbaiki sistem dengan mengecek bill dan rajin mengontrol usaha ini,” katanya.
Selain itu, pengalaman dari nol dalam membuka usaha Warung Nagih menjadi pondasi utama Adit berani membuka cabang di Bogor. Ia mengaku, lokasi pembukaan di Tendean dan Bogor hanyalah sebuah lahan kosong tanpa penghuni.
Warung Nagih merupakan penghuni pertama kawasan jajanan di Tendean dan kini diikuti banyak pengelola serupa. Begitu pula dengan lokasi di Bogor. Namun berbeda sedikit dengan Tendean, di Bogor lokasi lebih luas dan lebih rapi karena ada taman.
“Tenda usaha kami pernah rubuh dan kaca gerobak pecah. Tetapi semua ini justru menguatkan mental kita sebagai pengusaha dan mendorong kita berani mengambil keputusan,” katanya.
Keduanya mengaku bersyukur memiliki keluarga yang cukup mendukung usaha. Adit mengatakan, keluarga cukup senang dan bangga atas usahanya tersebut.
Ia berharap, Warung Nagih ke depan bisa masuk ke pusat perbelanjaan seperti mal. “Cita-cita lainnya ingin membuka cabang dengan nama lain di Bali,” katanya.
Warung Nagih
Pemilik Aditya Ekatama Tambunan dan Romi Dwiprahasto
Alamat : Jl.Kapten Tendean Kav.41 Jakarta Selatan dan Jl.Ahmad Yani No.36 Tanah Sareal Bogor