Sulaiman Said Copy

Sulaiman Said - CopyKesuksesan sejati adalah usaha yang dimulai sejak nol yang diiringi kerja keras dan kerja cerdas. Itulah yang dilakukan Sulaiman Said saat merintis usahanya.

Cowok kelahiran 10 April ini tak mengira memiliki usaha sendiri. Awalnya, Said cuma hobi menggambar yang dipajang di dinding kamar atau ruang galeri kampus. Berkat dorongan teman, desain gambar yang dipajang justru diminati. “Ada yang menyarankan gambar yang saya buat dituangkan ke desain kaus. Itu lebih fungsional dari pada cuma dipajang di kamar,” kata Said.

Saat mengenyam pendidikan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Fakultas Seni Rupa Konsentrasi Desain Grafis, ia pun mulai menekuni bisnis membuat kaus dengan desain yang dibuatnya sendiri. Soal merek, ia memilih sesuatu yang unik yaitu Kamengski.

“Saya membuat merek Kamengski karena setelah cek di Google, istilah itu tidak ada. Jadi Kamengski akan menjadi satu kata kunci baru di internet yang pasti hanya merujuk pada kaus buatan saya,” katanya.

Ia memilih nama unik tersebut karena berpikiran akan memengaruhi popularitas produk. Semakin unik nama produk, keingintahuan seseorang mencari tahu nama merek tersebut akan semakin besar.

Saat pertama kali produksi tahun 2009, awalnya Said juga tidak terlalu berminat menjadikannya sebagai ladang uang. Waktu itu ia hanya mencoba melakukan kegiatan kreatif dengan membuat baju sendiri tanpa harus membeli di toko. Kenyataannya, orang-orang di lingkungan kampus banyak yang suka.

“Jadi banyak teman-teman yang minta dibuatkan kaus sama saya. Dari situ muncul inisiatif menjadikan sebagai sumber mata pencaharian. Syukur sampai sekarang mengalami perkembangan,” ujarnya.

Said mengaku investasi awal hanya Rp 200 ribu. Uang itu digunakan memproduksi sekitar dua lusin baju. Dari situ ia merangkak perlahan hingga akhirnya memiliki jumlah produksi lebih besar. “Dulu rasanya punya kaus delapan potong sudah senang sekali. Dari modal cuma sekecil itu saya bangun pelan-pelan. Tak menyangka sekarang bisa menjual kaus sampai ratusan,” tuturnya.

Said mengatakan sekarang sudah bisa menjual lebih dari 150 potong kaus dalam sebulan. Harga kaus dijual dengan harga variatif antara Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu per potong. Margin keuntungan yang diperoleh sampai 100 persen dari ongkos produksi.

“Sekarang omzetnya bisa sampai Rp 200 juta per tahun. Lumayan buat menyambung hidup sekaligus ongkos main ke sana ke sini. Tapi saya juga masih berambisi mengembangkan pasar melalui perolehan keuntungan hari ini,” ujarnya.

Saat ini kaus buatannya sudah tersebar di beberapa kota di Indonesia seperti Jabodetabek, Bandung, Surabaya Palu, Riau, Banjarmasin, Lampung, dan Bali. Untuk pasar luar negeri, kaus bermerek Kamengski baru bisa ditemukan di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia sangat berharap bisa menembus pasar Singapura.

Said mengaku strategi awal pemasaran kaus hanya melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Cara itu ternyata efektif membuat kaus Kamengski terkenal.

“Tapi modalnya juga harus banyak bergaul karena baik dari mulut ke mulut atau pun lewat media sosial kalau kita secara personal tidak ada yang kenal mungkin tidak efektif. Dari dulu saya aktif di lembaga seni rupa di Jakarta. Saya kira sebagai pengusaha juga harus pandai bergaul,” tuturnya.

Sulaiman juga terus memelajari isu sosial yang tengah hangat. “Dari situ saya menentukan gambar karena kaus Kamengski punya tema parodi sosial. Saya kira ini juga strategi pasar karena anak muda saat ini cenderung tertarik pada hal bersifat parodi,” ujarnya.

1382300_673364722688610_1022533013_n

Hanya Modal Nekat

Sulaiman Said mengaku tidak memiliki modal besar untuk mendirikan usaha kaus. Ia hanya punya keberanian. “Jadi betul sekali jika mau jadi pengusaha perlu modal. Tapi masalah modal tidak bisa kita hanya melihatnya dari kacamata materi. Nyali atau keberanianlah yang menjadi penentu utama,” ujarnya.

Ia berani menggadaikan surat tanah milik orangtuanya kepada bank sebagai agunan. Dari situ ia dapat suntikan permodalan sebesar Rp 20 juta dengan bunga 0,01 persen per tahun. Dari hasil pinjaman ia belikan mesin printer DGT (printer untuk kaus) supaya kecepatan produksi bisa didorong. “Tapi yang terpenting saya berhasil melawan rasa takut meminjam uang dari bank. Sebelumnya banyak orang menakut-nakuti kalau pinjam uang di bank sangat berisiko,” tuturnya.

Said mengatakan jika punya keberanian namun tanpa modal uang, minimal masyarakat bisa menjadi penyalur. Hal ini lazim dijalankan bagi pengusaha pemula yang hanya memiliki koneksi dengan sumber bahan baku. Bahkan punya uang sebesar apapun tidak akan berjalan usaha itu tanpa memiliki keberanian.

“Saya sarankan bagi teman-teman yang mau mandiri tapi belum menjalankan usaha, segera ubah pola pikir. Harus percaya diri dan berani, itu dulu modalnya. Kalau sudah berani akan ada banyak jalan menuju kemandirian,” ujarnya.

Said menilai keberanian tentu harus disertai pengetahuan. Pasalnya, tidak bisa juga asal maju tanpa membekali diri dengan strategi matang. Artinya masyarakat juga harus menentukan terlebih dahulu jenis usaha apa yang mau dijalankan.

“Jangan sampai jadi orang bodoh di medan perang. Maju ke benteng pertahanan lawan tapi tidak membawa senjata. Jadi berani juga harus disertai bekal pengetahuan, terutama pada hal yang mau dijalankan,” katanya.

Biodata:

Nama: Sulaiman Said

Tempat, tanggal lahir: Jakarta, 10 April 1987

Hobi: Menggambar

Pendidikan: Sarjana Seni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Fakultas Seni Rupa Konsentrasi Desain Grafis

Lokasi Usaha: Store Kamengski, Jalan Lenteng Agung Raya, Jakarta Selatan

Kontak Usaha: 081317722721

Facebook, Twitter, Instagram: Kemengski

 

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *