gelaja penyakit kusta

Penyakit kusta selama ini masih menjadi stigma buruk di masyarakat. Banyak anggapan penyakit kusta merupakan kutukan hingga penyakit keturunan. Lantas apa saja kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah agar penanganan pasien orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) ini tidak lantas bertambah?

Anggapan Keliru Penyakit Kusta

Selama ini mayoritas masyarakat banyak menganggap penyakit kusta menular. Sehingga masyarakat memberikan stigma buruk hingga mendiskriminasi pasien atau OYPMK.

OYPMK bahkan mendapatkan perlakuan buruk, mulai dari pengucilan hingga dipasung. Pasien menjadi tertekan. Apalagi ada anggapan penyakit kusta merupakan penyakit turunan dari keluarga serta adanya kutukan dari tindakan pasien terdahulu.

Wakil Ketua Pokja 4 TP PKK Kabupaten Tegal Elly Novita

Wakil Ketua Pokja 4 TP PKK Kabupaten Tegal Elly Novita mengatakan, masih ada anggapan keliru tentang penyakit kusta ini. Serta masih ada kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah. “Stigma seperti inilah yang harus dihapuskan,” kata Elly saat diskusi Ruang Publik KBR bersama NLR Indonesia bertema “Gaung Kusta Bersama Babinsa dan PKK di YouTube Berita KBR, Rabu (14/6/2023).

Menurut Elly, stigma masyarakat terhadap pasien kusta memang negatif sekali. Bahkan penderita kusta pun menolak dikatakan menderita penyakit tersebut meski sudah terkena. Yang lebih parah lagi, pasien ini justru menolak untuk mendapatkan pengobatan, baik dari dokter setempat maupun puskesmas.

Elly mengatakan, masyarakat tak perlu takut kepada pasien atau OYPMK.

Penyakit kusta ini memang menular tapi tidak mudah menular. Kalau pun terkena, gratis pengobatannya dan dijamin pemerintah.

Wakil Ketua Pokja 4 TP PKK Kabupaten Tegal Elly Novita

Kendala Sosialisasi Penyakit Kusta di Daerah

Meski termasuk menular, penyakit kusta tidak mudah dalam penularannya. Perlu kontak lama dan dalam jangka waktu tertentu dengan pasien atau OYPMK. Kendati demikian, jumlah pasien kusta sulit ditekan karena masih ada anggapan (stigma) hingga diskriminasi di masyarakat.

Beragam kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah antara lain:

Stigma Negatif Pasien Kusta

Hingga kini, masih besar stigma negatif terhadap pasien penyakit kusta. Anggapan masyarakat terhadap pasien kusta adalah mendapatkan guna-guna (santet) hingga penyakit keturunan keluarga dan nenek moyang.

Keluarga pasien merasa malu memiliki orang yang mengidap penyakit tersebut. Sehingga mereka enggan bercerita ke tetangga.

Kalau pun ada tetangga yang ingin menjenguk, orang lain akan membujuk untuk tidak membesuk. Dikhawatirkan, kita akan mendapatkan nasib serupa dengan pasien tersebut. Otomatis akan tertular penyakit yang notabene dicap sebagai keturunan/hasil guna-guna tersebut.

Baca juga:

  1. Penyebab Penyakit Kusta Masih Merajalela
  2. Cara Perawatan dan Penanganan Pasien Kusta
  3. Kenali Gejala Penyakit Kusta
  4. Penyakit Pasca Lebaran Yang Patut Diwaspadai
  5. Healing Murah Tanpa Keluar Rumah

Diskriminasi Pasien Kusta

Stigma negatif yang diterima pasien/OYPMK menimbulkan diskriminasi bagi mereka. Kondisi pasien makin diperparah dengan keengganan keluarga untuk melaporkan atau mengobati pasien ke puskesmas.

Bagi keluarga, pasien yang mengidap penyakit tersebut seakan mendapatkan aib. Sehingga memilih untuk mengurung atau yang lebih parah memasung di ruang tertentu. Yang lebih ekstrem lagi, justru memisahkan di luar rumah.

“Cerita-cerita hingga berita hoaks seperti ini lah yang harus ditepis. Soalnya berita negatif (terkait pasien dan penyakit kusta) lebih cepat diterima daripada berita positifnya,” kata Elly.

Cara Menyadarkan Stigma Masyarakat Terhadap Pasien Kusta

Pasiter Kodim 0712/Tegal Kapten Inf Shokib Setiadi mengatakan, perlu pendekatan khusus kepada masyarakat dalam menyadarkan stigma masyarakat terhadap pasien/OYPMK. Pihaknya memiliki metode pembinaan teritorial serta komunikasi khusus dengan masyarakat.

Pasiter Kodim 0712/Tegal Kapten Inf Shokib Setiadi

“Misalnya, dengan kegiatan rileks serta diskusi dengan masyarakat akan muncul curhatan. Di situlah keluhan-keluhan masyarakat akan muncul. Intinya, kami siap mendengarkan keluhan hingga curhatan masyarakat dari beragam bidang,” kata Shokib.

Menurut Shokib, pihaknya berperan sebagai pendamping petugas tenaga kesehatan dan kader kesehatan dalam menangani kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah ini. Harapannya, masyarakat dan sekaligus pasien/penderita kusta akan sadar terhadap penyakit kusta.

Ke depan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan dinas terkait untuk edukasi penanganan penyakit kusta. Pihaknya akan menyatukan persepsi untuk sosialisasi di masing-masing daerah.

Biasanya, kata Shokib, satu koramil akan dapat mendampingi hingga 15-20 desa. Dari edukasi kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah ini akan tersebar hingga masyarakat desa.

“Dengan kegiatan bersama NLR Indonesia serta ibu-ibu PKK ini, edukasi tentang penyakit kusta bisa menyebar ke wilayah terkecil. Kita bisa mengenali penyakit awal hingga dampaknya ke masyarakat. Harapannya, penderita kusta di Tegal akan semakin berkurang,” kata Shokib.

Wakil Ketua Pokja 4 TP PKK Kabupaten Tegal Elly Novita mengatakan, pendekatan terhadap tokoh agama dan masyarakat akan mampu memberikan edukasi kepada warga terkait penyakit kusta. “Mereka tentu punya pengaruh, baik lewat kegiatan rutin hingga pengajian. Tentunya juga ke kelompok organisasi kepemudaan juga perlu sosialisasi penanganan penyakit kusta seperti ini,” kata Elly.

Gaung Kusta Bersama Babinsa dan PKK di Berita KBR bersama NLR Indonesia

Cara Mengantisipasi Pasien Kusta

Wakil Ketua Pokja 4 TP PKK Kabupaten Tegal Elly Novita mengatakan, edukasi tentang penyakit kusta bersama NLR Indonesia serta Berita KBR ini sangat positif bagi masyarakat, apalagi ibu-ibu penggerak PKK. Pihaknya kini mampu mengenali gejala awal penyakit kusta hingga cara mengantisipasi jika ada keluarga pasien yang terkena dampaknya.

Menurut Elly, cara mengenali pasien kusta pertama kali dapat dilihat dari bercak di kulit. “Penyakit kusta ini beda dengan panu. Meski ada bercak yang sama, apakah bercak ini gatal/tidak. Bahkan kusta itu seperti mati rasa. Dicubit hingga ditusuk jarum pun akan tidak terasa,” kata Elly.

Dengan edukasi penyakit kusta ini, pihaknya akan mampu menyikapinya. Misalnya, harus segera melapor ke petugas puskesmas setempat. Petugas akan menindaklanjuti terkait gejala dini penyakit kusta. Bahkan akan mendata anggota keluarga serumah dan yang pernah kontak dengan pasien kusta.

“Nantinya orang yang pernah kontak dengan pasien, baik yang serumah atau yang tidak, akan mendapatkan obat satu kali untuk pencegahan agar tidak tertular penyakit kusta,” kata Elly.

Pasiter Kodim 0712/Tegal Kapten Inf Shokib Setiadi mengatakan, pihaknya akan terus bersama masyarakat dalam misi pemberdayaan warga. Pihaknya telah berkomitmen melakukan pendampingan bela negara terhadap sekolah-sekolah untuk menumbuhkan rasa cinta Tanah Air hingga percepatan bantuan pemerintah, termasuk saat COVID-19.

“Terkait pendampingan kusta, ini bukan hal baru. Kami akan bergerak bersama masyarakat dan instansi terkait untuk selalu menjaga dan mengedukasi masyarakat agar tidak terkena kusta,” kata Shokib.

Kendala sosialisasi penyakit kusta di daerah

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

21 thoughts on “2 Kendala Sosialisasi Penyakit Kusta di Daerah”
  1. Kusta kalau di pedalaman bener2 kaaihan penyintasnya. Karena ini penyakitnya terlihat secara fisik (menyerang kukit) sampai dianggap sebagai kutukan. Peran babinsa dan PKK emang penting banget sih Bang.

  2. Dulu aku juga masih bingung loh sama penyakit kusta karena masih belum banyak sosialisasi, dan ternyata memang menular tapi gak segampang itu nularnya, dan pengobatannya bisa ke puskesmas, dan ada pendampingan untuk oypmk

  3. Soalnya dulu sering dibilangin penyakit kutukan yang menular dan tidak bisa disembuhkan jadi orang orang sekitar pada takut dan akhirnya pnderita dikucilkan. Jadi kasian dong

  4. Masyarakat memang butuh sosialisasi lebih intens tentang penyakit kusta ini agar dapat dipahami dengan benar dan tidak asal menjustifikasi berdasar rumor saja. Kasihan penderita kusta dikucilkan oleh tetangga sendiri jika informasinya tidak tersampaikan dengan benar

  5. Kayaknya memang sulit menghapus stigma bagi penderita kusta sih. Bahkan ajaran agama aja secara khusus menjabarkan penderita kusta sebagai orang yang terkutuk. Semoga ketemu jalannya. Amiin.

  6. Bincang Publik seperti ini harus terus diadakan ya, Mas. Karena stgma masyarat tentang penyakit kusta dan penderitanya masih terus berlangsung. Saya saja sejak kecil sudah distigma, jangan dekat-dekat dengan orang kusta. nanti menular dan sebagainya. Padahal memang penyakit menular, tapi tidak langsung menular, butuh kontak lama. Karena itulah, penderita kusta jadi terasingkan.

  7. OYPMK sudah seharusnya dirangkul, bukannya malah dijauhin biar enggak tambah menjadi beban. Nanti malah tambah menderita psikis dan fisiknya. Jadi langkah penting ya kudu dibenerin dulu pemahaan masyarakat soal kusta. Beruntung sih masih banyak lembaga yang peduli dengan perkembangan kusta di Indonesia. Great sharing Mas Didik.

  8. Tentang Kusta ini memang harus sering disosialisasikan. Kusta memang menular sih, tapi kan enggak semudah itu. Dan harus disosialisasikan juga kalau Kusta juga ada obatnya.
    Kasihan hlo penderita Kusta kalau dikucilkan apalagi dipasung.

  9. Sosialisasi dan edukasi seperti di Tegal tersebut memang harus dilakukan secara rutin dan di berbagai tempat juga ya kak.

    Dengan begitu stigma negatif dapat diminimalisir karena masyarakat jadi lebih memahami dengan benar tentang kusta

  10. Stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta adalah masalah serius yang perlu diatasi. Anggapan keliru tentang penyakit kusta dan kurangnya sosialisasi di daerah memperburuk kondisi ini. Sangat penting untuk menghapus stigma negatif ini dan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat. Pasien kusta juga perlu mendapatkan dukungan dan akses pengobatan yang layak. Tidak ada alasan untuk takut atau mengucilkan pasien kusta, karena mereka juga manusia yang berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan layak.

  11. iya nih masih sedih kalo banyak yang salah paham dengan penyakit ini. ada yang bilang penyakit kutukan masa. jahat banget :( mereka yang mau berobat jadi malu trus nggak sembuh-sembuh ujung-ujungnya. semoga aja sosialisasinya bisa semakin merata ya

  12. Pernah ikutan juga edukasi tentang penyakit Kusta ini. Sebenarnya bisa disembuhkan asal support system nya oke ya. Soalnya pernah dengar juga dari penderita kusta kalau mereka stress bisa ngaruh ke proses penyembuhan

  13. Emang miris ya kak, jangankan yaa di desa-desa. bahkan di kota pun masih buanyaaak perkembangan stigma negatif kek gitu. Jadi heran, nih kenapa mereka ngga lebih baik dari orang2 yang pendidikannya terbatas ya

  14. Nah stigma itu yg harus kita luruskan ya. Jangan sampai penderita saja mau berobat jadi enggan karena stigma itu sendiri

  15. moga-moga kita terhindar dari penyakit kusta, dan mudah-mudahan orang lebih paham dan tidak mengintimidasi orang yang terkena kusta

  16. Aku baru tahu nih kalau penyakit kusta itu penyakit menular tapi tidak mudah menular ya. Pelayanan untuk penyakit kusta juga gratis. semoga sosialisasi tentang penyakit ini semakin gencar dan masyarakat bisa membantu agar tidak terkena penyakit kusta.

  17. Stigma negatif pada penyakit kusta harus dihilanglan, kita yang ada dinmasyarakat perlu mengungkapkan kebenaran ini mas.

  18. di daerah sih kayanya ya masih kuat banget deh stigma negatif tentang penyakit kusta, makanya kegiatan sosialisasi dan edukasi kaya gini hrs lebih masif lagi deh

  19. Di Indonesia memang selalu mengaitkan penderita penyakit kusta dengan guna-guna, terus suka dikucilkan juga. Padahal kan penyakit kusta penularannya gak massive dan masih bisa disembuhkan.

  20. Jadi gejala awalnya ini seperti panu ya..tapi pas dikasih obat panu nggak sembuh atau malah sembuh ya kak?

  21. Kak Didik.. aku baru aja liat konten mengenai penderita kusta yang tidak ditangani dengan baik. Selain kelumpuhan, memang rupanya jadi sedikit mengerikan bagi yang baru ketemu. Senang sekali ada sosialisasi positif mengenai penyakit kusta. Semoga semakin meningkatkan awareness kita terhadap keluarga, saudara bahkan orang-orang yang dekat dengan kita akan penyakit yang satu ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *