DSC 1399 e1398614017187

DSC 1399

Menjadi kaya itu sebuah pilihan. Begitulah yang diperjuangkan Kusnodin. Lelaki tamatan sekolah dasar (SD) ini sadar, ia dilahirkan dari keluarga tidak mampu. Ia berusaha memerbaiki kualitas hidupnya dengan pekerjaan apapun, asal halal.

Awalnya, lelaki asal Magelang ini menjadi sopir angkot sejak 1978. Ia menjalani profesinya dengan tekun, meski hasilnya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Saat itu, ia harus menghidupi istri dan dua buah hatinya. Apalagi, istri juga hanya mengurus anak dan tidak bekerja. Otomatis, ia menjadi tulang punggung satu-satunya bagi keluarga. Namun cukup tidak cukup, Kusnodin yakin dengan rezeki halal, ia mampu mencukupi kebutuhan keluarganya.

Ia pun mencoba memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan, meski tidak ingin meninggalkan pekerjaan utamanya menjadi sopir angkot. Ia sadar gemar melukis dan mencoba menawarkan melukis gambar di bagian belakang truk.

“Awalnya saya hanya iseng melukis gambar-gambar wanita seksi di bagian belakang truk. Lantas banyak yang suka. Penghasilannya malah lebih tinggi dari sopir, tapi saya tidak mau meninggalkan profesi utama tersebut,” kata Kusnodin.

Sadar ia tidak mungkin mengandalkan profesi itu selamanya, ia mencoba berpikir mencari penghasilan lain dari kegemarannya melukis. Namun ia tidak akan menorehkannya ke media kanvas atau pun  media bagian belakang truk lagi.

Ia mencoba membuat kerajinan dari kaleng bekas. Awalnya, Kusnodin sedang merapikan kunci dan alat-alat perlengkapan bongkar mesin mobil dalam sebuah kaleng. Ia sadar banyak kaleng berserakan di pojokan rumahnya, termasuk bekas kaleng oli dan kaleng biskuit.

“Saya mencoba menggunting kaleng-kaleng itu hingga berbentuk lembaran serta memisahkan kaleng yang tebal dan tipis. Awalnya saya juga bingung mau membuat apa, tapi karena di rumah banyak unggas, saya mencoba membuat unggas dari kaleng bekas,” ujarnya.

Dalam sebulan, ia mampu membuat kreasi unggas pertamanya. Ia ingat saat itu membuat kreasi burung merak dan laku Rp 30 ribu. “Saya kreasikan dengan pigura agar tampak cantik. Lumayan lah untuk menambah penghasilan,” katanya.

Ia pun tekun mencari kaleng-kaleng bekas dari tetangganya. Bila kurang, ia meminta pemulung untuk menjual kaleng kepadanya. Jika pengepul hanya membeli kaleng dari pemulung Rp 1.000 per kg, Kusnodin berani membeli Rp 5 ribu per kg.

Selepas itu, berbagai pameran diikutinya. Sejumlah penghargaan juga diterima sebagai pelopor usaha kecil dan menengah (UKM) kategori bahan bekas dan ramah lingkungan.

Saat itu, Kusno sudah menjual patung kaleng bekas mulai Rp 175 ribu hingga Rp 26 juta. Beragam produknya juga diminati hingga mancanegara seperti Australia, Amerika Serikat, Belanda, hingga Jepang. Berkat ketekunannya, ia kini mampu mengantongi omzet hingga Rp 60 juta per bulan.

Namanya berusaha tidak selalu mulus. Kusno juga pernah ditipu pembeli dari Turki. Saat itu, ada pemesanan barang hingga senilai Rp 179 juta. “Sampai sekarang pembeli itu tidak pernah mengirimkan uang pesanannya. Saya ikhlas saja,” ujarnya.

Kerugian bisnis juga dialami saat gempa di Yogyakarta pada 2006. Rumahnya juga hancur terkena lahar dingin dan menghanguskan harta bendanya senilai Rp 360 juta. “Saya sadar, harta itu cuma titipan. Intinya, kita harus sering-sering sedekah untuk mengingatkan masih ada yang susah dan perlu ditolong,” katanya.

Kerjakan Pesanan Presiden

Berkat ketekunan, kesabaran dan membantu sesama, usaha yang ditekuni Kusno ini terus berkembang. Beragam pameran terus diikuti untuk mengenalkan karyanya.

Ia terus mencoba membuat kreasi lain seperti ayam, burung hingga harimau. Berbekal modal Rp 500 ribu, Kusno memberanikan diri ikut pameran saat peresmian Candi Borobudur pada 1989. Saat itu, Presiden Soeharto membuka pameran.

“Presiden Soeharto sempat memesan patung harimau dari kaleng bekas dengan ukuran yang sama besarnya dengan harimau sungguhan. Itu pemesanan mengesankan bagi saya,” katanya tanpa mau menyebut harga patung tersebut.

Sejak itu, Kusno terus kebanjiran pesanan. Baginya, usaha itu mulai membuahkan hasil. “Semua orang pasti punya mimpi,” katanya.

Berkat usaha kerasnya, ia kini mampu menyekolahkan dua anaknya hingga bangku kuliah. Satu anaknya bekerja sebagai karyawan di bank nasional, satunya sebagai bidan.

”Yang saya rasakan dengan dulu berbeda. Kalau dulu serba kekurangan, sekarang serba kecukupan. Tapi saya tidak berhenti bersyukur karena dengan kedua musibah sebelumnya, sekarang rezeki halal terus mengalir,” katanya.

Agar usahanya terus berkembang, ia mencoba menyertakan tetangga-tetangga kurang mampu. Kusno menawarkan sistem kerja sama yaitu bagi ibu rumah tangga atau remaja putri yang putus sekolah bisa ikut membantu memelintir lembaran-lembaran kaleng yang telah digunting. Pelintiran kaleng ini untuk membuat sayap bagi unggas. “Saya sengaja memekerjakan karyawan wanita karena lebih teliti dan cepat,” katanya.

Kusno membayar pegawai-pegawai lepasnya sesuai dengan jumlah lembar kaleng yang dibentuk menyerupai bulu atau sayap. Satu lembar kaleng dihargai Rp 1.000. “Ini bisa dikerjakan di luar tugas utama sebagai istri atau menjaga rumah. Pengerjaannya mudah dan tidak memerlukan keahlian khusus, asal teliti,” katanya.

Hingga kini, usaha yang telah dijalankannya selama 25 tahun memiliki pegawai lepas 60 orang wanita dan 3 orang laki-laki. Dengan memekerjakan orang ini, Kusno berharap bisa mengurangi jumlah orang miskin di lingkungannya. “Saya pernah susah. Kalau bisa orang di sekeliling saya jangan ada lagi orang susahnya. Sebisa mungkin akan saya bantu asal mereka mau berusaha,” katanya.

Biodata:
Nama : Kusnodin
Tempat tanggal lahir : Magelang, 3 Desember 1960
Alamat : Dusun Pongahan, Desa Ngadirjo, Kecamatan Salaman, Magelang
Pendidikan : Tamatan Sekolah Dasar (SD)
Hobby : Melukis dan memelihara unggas jenis burung berkicau
Nomor telepon: 081328882106

DSC_1402

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *