IMG 20141207 143335203 2 scaled

IMG_20141207_143335203 (2)Kesuksesan tidak bisa diperoleh secara instan. Perlu usaha keras, jatuh bangun bahkan sampai kita bosan jatuh bangun. Begitulah yang dialami Usman (50) yang sejak kecil mengenal bisnis rotan. Saat masih di Desa Tegal Wangi, Cirebon ia bekerja sebagai perajin rotan tradisional di usaha orang lain.

Beberapa tahun kemudian, ia berpikir bisa usaha sendiri dengan menjual produk rotan. Ia menganggap bisnis rotan di dalam negeri masih menggiurkan. Terbukti ia menggeluti usaha tersebut selama setengah hidupnya kini. “Ide menjual rotan karena dulu memang tukang bikin rotan di kampung. Tapi penghasilan jadi buruh kecil sekali. Saya putuskan produksi sendiri,” katanya.

Untuk membangun usaha kerajinan rotan perlu biaya cukup mahal. Pada awal membangun bisnis pada 1990 sudah harus mengeluarkan dana sebesar Rp 5 juta. Dana itu diperoleh dari hasil tabungan selama bekerja.

Harga jual rotan bervariasi antara Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta. Sebulan ia mampu menjual antara 15-20 unit rotan bahkan lebih. Pendapatan yang diperoleh bisa mencapai sekitar Rp 150 juta per tahun dengan marjin keuntungan penjulan rotan bisa lebih dari 30 persen. Sisanya terpangkas untuk ongkos produksi, termasuk biaya karyawan.

Sekarang ia memiliki pegawai sebanyak tiga orang yang bekerja di kampung. “Para perajin rotan itu masih saudara sendiri. Saya ajari mereka membuat kerajinan rotan supaya punya penghasilan,” tuturnya.

Ia enggan memindahkan kegiatan produksi yang selama ini dikerjakan di desa karena di kampung mudah dan murah membeli bahan baku rotan. Untuk biaya pekerja di kampung juga lebih murah dibanding pekerja di Jakarta dan sekitarnya. Jika dipindah ke Ibu Kota, beban operasionalnya akan meningkat dan akan menggerus keuntungan bisnisnya.  “Sengaja saya konsentrasikan di kampung supaya lebih murah. Jadi saya tinggal minta kiriman kalau stok di Jakarta kosong,” ujarnya.

Ia menganggap tantangan produksi rotan terletak pada pemenuhan bahan baku. Saat ini pemerintah sering ekspor rotan mentah ke China. Akhirnya pasokan di dalam negeri menjadi sedikit. Ia berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan membatasi ekspor rotan mentah. Keterbatasan pasokan rotan di dalam negeri memicu ongkos produksi lebih mahal. Pengusaha sering mencampur kerajinan rotan dengan kayu lain yang kurang berkualitas. “Tantangan bisnis rotan cuma pada bahan baku. Saya harap pemerintah bisa ekspor rotan jadi, bukan rotan mentah,” tuturnya.

Selama ini tidak ada strategi khusus memasarkan rotan. Cukup membuka toko di keramaian seperti pasar. Nanti pelanggan yang menghampiri. Kebanyakan pembeli merupakan penggemar rotan dan turis asing. Namun banyak juga keluarga muda karena banyak hasil rotan berbentuk mainan anak seperti kuda-kudaan dan keranjang tidur balita. “Di luar itu saya cantumkan nomor telepon untuk dihubungi. Jadi pelanggan bisa pesan tanpa harus datang ke toko,” ujarnya.

IMG_20141207_142541558_HDR (2)

Bisa Sekolahkan Anak hingga Sarjana

Usma  tidak menyangka bisa berbisnis rotan selama 24 tahun. Padahal ia hanya tamatan sekolah menengah atas (SMA) tanpa kemampuan khusus. Ia murni belajar dari hasil bekerja dengan orang lain lantas menerapkan pada usahanya secara mandiri.

Kini hasil jerih payah belajar rotan dan menabung dari menjual rotan bisa mengubah hidup dari buruh kasar menjadi pedagang. Bahkan hasil bisnis itu berhasil menyekolahkan dua anaknya sampai tamat perguruan tinggi. “Saya juga tidak pernah terbayang jualan rotan bisa menyekolahkan anak sampai sarjana. Ide awal ini cuma mau berhenti jadi buruh,” tuturnya.

Ia menganggap seorang pengusaha harus memiliki mental tangguh. Jangan pernah tebersit menyerah karena pikiran itu bisa berkembang dan mengakibatkan usaha bangkrut.  Ia pernah mengalami masa sulit selama menjual rotan, terutama saat 1998. Saat itu banyak industri rotan di Cirebon gulung tikar. “Saya terus bertahan meski kadang bisa enam bulan penuh tidak ada penjualan. Beruntung saya punya tabungan jadi bisa menutup kebutuhan sehari-hari meski tanpa pemasukan,” tuturnya.

Ketika ekonomi nasional mulai bangkit, usaha rotan masih perlu tambahan modal baru. Namun sayang perbankan tidak berani ambil resiko memberi pinjaman ke pengusaha rotan. Beruntung ia dapat pinjaman modal dari teman dan saudara. Padahal kondisi ekonomi semua orang waktu itu sangat sulit. “Sejak saat itu saya tidak pernah lagi mencoba akses perbankan untuk mengembangkan usaha. Mungkin sampai sekarang perbankan belum berani kasih pinjam uang kepada pengusaha rotan,” tuturnya.

Seorang pengusaha juga harus mau bekerja keras. Tidak ada usaha yang berhasil tanpa pengorbanan jerih payah. Kegagalan seorang pengusaha akan merepotkan banyak orang karena hasil usaha bukan hanya menghidupi diri sendiri dan keluarga tapi juga menghidupi pegawai yang bekerja. “Artinya jelas pengusaha juga harus bekerja keras karena tanggungannya banyak. Kalau ada masalah, jangan pantang menyerah,” ujarnya.

Profil:

Nama: Usman

Tempat, tanggal lahir: Cirebon, 18 Januari 1964

Pendidikan: SMA

Hobi: Memancing, Kerajingan Tangan, Berniaga

Alamat Usaha: Jalan Raya Pasar Minggu RT 014 RW 06 No 58 Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Kontak: 082127323050

By Didik Purwanto

Copywriter | Ghost Writer | ex Business Journalist | Farmer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *