McDonald’s telah mengumumkan pengunduran Don Thompson dan menggantinya dengan Steve Easterbrook. McD sebagai restoran cepat saji terbesar di dunia menginginkan keuntungan dibandingkan kerugian yang terjadi 10 tahun terakhir.
Easterbrook adalah CEO McD pertama kali dari Benua Eropa. Namun ia bukan orang pertama dari luar AS yang menjadi CEO di McDonald’s. Charlie Bell adalah orang Australia pertama yang menjadi CEO McD.
Easterbrook yang dibesarkan di Watford, Inggris akan memiliki tantangan mengembalikan kejayaan McD di dunia, khususnya bersaing dengan restoran serupa. Selama ini McD selalu dianggap sebagai restoran tradisional dibanding restoran khusus dan kelas atas.
Dengan pengalamannya pernah menjadi CEO Pizza Express dan Wagamama, ia diminta meningkatkan merek McD agar bisa naik kelas kembali.
Di masa mudanya, Easterbrook yang kini berusia 47 tahun adalah pecandu menu McD. Ia sering pergi ke taman sambil berolahraga dan selalu makan di restoran McD.
“Saya selalu membawa tiga hingga empat pound. Uang itu cukup untuk menutupi ongkos kereta dan makan di McD. Itu pertama kalinya saya makan kentang goreng dan minuman shake McD,” kenangnya.
Ia juga sempat belajar ilmu alam di Universitas Durham, Inggris. Setelah lulus, ia melanjutkan bekerja di perusahaan jasa profesional PricewaterhouseCoopers sebagai akuntan.
Pada 1993 ia bergabung di McD sebagai manajer pelaporan keuangan di London. Dia menghabiskan 18 bulan di Universitas Hamburger, sebuah akademi pelatihan perusahaan di dekat Chicago. Dia bekerja di bagian operasional dan keuangan sebelum akhirnya dipromosikan sebagai Wakil Presiden McD untuk wilayah selatan Inggris pada 2001.
Pada 2006, ia menjadi bos McD Inggris dan mengawasi 1.200 outlet. Anggaran pemasarannya mencapai 35 juta euro. Selama menjadi bos, ia merombak susunan menu McD, khususnya menu makanan sehat dan mengubah desain restoran.
Ia meminta Richard Robinson, managing partner konsultasi manajemen Inggris untuk mengurus pemasaran antara 2004-2006.
“Easterbrook seorang pemimpin. Manajer pria luar biasa dan ia berbuat baik ke semua karyawan. Dia juga terbiasa melayani pelanggan dan memimpin dari meja depan sehingga ia tahu setiap inci bagaimana restoran bekerja. Di atas semua itu, dia selalu memercayakan semua pekerjaan ke semua karyawan dan kita selalu bilang I’m lovin it (aku menyukai itu) yang kini menjadi slogan perusahaan,” katanya.
Pada 2010, Easterbrook dipromosikan menjadi Presiden McD Eropa dan bertanggung jawab mengurus 7.000 restoran di 39 negara. Dia awalnya sempat diminta mengurus merek utama McD global selama dua bulan namun langsung diminta kembali ke Eropa.
Mungkin karena tidak sejalan, ia keluar dari McD dan menjadi Kepala eksekutif restoran Pizza Express di Inggris. Ia mampu meningkatkan jumlah dari 400 menjadi 600 outlet pada 2011.
Setahun kemudian, ia meninggalkan jabatannya dan pindah ke restoran Wagamama. Ia mampu meningkatkan pertumbuhan outlet dari 84 unit menjadi 140 unit global.
Ia kembali ke McD pada 2013 dan kembali mengurus bagian merek global, namun bermarkas di Illinois. McD meluncurkan kampanye iklan global utama yang digambarkan sebagai transformasi merek.
Di tempat lain, McD mencoba bertransformasi menjadi restoran kelas atas di Australia dan membuat perubahan dramatis pada berbagai menu di Amerika Serikat. Ini dipicu pelambanan pertumbuhan bisnis McD setahun terakhir.
Ia yang menjadi karyawan McD sejak 1993 diminta meningkatkan keterampilannya memasarkan merek McD ke seluruh dunia. Itu bukannya tugas mudah yang diemban karena sejak kepemimpinan Don Thompson, jumlah restoran tidak bertambah. Mampukah ia mengembalikan kejayaan McD?
Sumber: Business Insider