BlackBerry Ltd melaporkan pendapatan kuartal III-2014 yang jauh dari perkiraan analis. Hal ini membayangi prestasi perusahaan yang menghasilkan kas lebih baik dari sebelumnya.
BlackBerry melaporkan kerugian bersih sebesar US$ 148 juta (sekitar Rp 1,85 triliun) atau 28 sen per saham dibandingkan kerugian US$ 4,4 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Analis Zacks Investment Research mencatat, pendapatan perusahaan ternyata jauh dari harapan yang hanya mencatatkan US$ 793 juta (sekitar Rp 9,9 triliun), turun 34 persen dibanding prediksi analis US$ 931 juta, atau dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 1,19 miliar.
Nilai total kas, setara kas, investasi jangka pendek, dan jangka panjang mencapai US$ 3,1 miliar pada 29 November, akhir kuartal fiskal. Nilai tersebut naik US$ 43 juta untuk kuartal tersebut, termasuk US$ 31 juta yang menghabiskan kas BlackBerry untuk akuisisi.
CEO BlackBerry Jhon Chen yang telah bekerja setahun lalu berusaha membalikkan kondisi perusahaan. Ia mengklaim perusahaan sudah berada di jalur pemulihan meski ia memahami ketidaksabaran investor melihat pertumbuhan pendapatan. Ia berjanji akan memberikan dampak lebih baik tahun depan dan mengklaim peluang mengubah perusahaan sekarang sekitar 99 persen. “Kami mencapai tonggak penting dalam rencana delapan kuartal kami dengan arus kas positif. Kami juga mencapai tonggak penting dalam rilis produk perangkat lunak serta perangkat yang baru,” katanya.
Kini, perusahaan akan fokus memerluas distribusi dan meningkatkan pendapatan. Pada pertemuan dengan investor, Jumat (19/12), ia masih kecewa dengan penurunan pendapatan. Namun ia optimistis mampu menekan struktur biaya sehingga mampu menghasilkan keuntungan meski kecil.
Masalah terbesar yang dihadapi BlackBerry saat ini hanya persaingan ketat di pasar smartphone, khususnya Apple dan Samsung. Akibat persaingan dengan berbagai vendor, pangsa pasar BlackBerry kian terpuruk. Hingga kuartal III-2014, pangsa pasarnya di seluruh dunia turun hanya menjadi di bawah satu persen. Padahal BlackBerry pernah merajai hampir 50 persen pangsa pasar ponsel dunia pada 2009.
BlackBerry pertama kali merilis ponsel pada 1999 yaitu RIM 950 yang memungkinkan pelaku bisnis bisa mengakses email secara nirkabel. Kemudian mulai muncul ponsel cerdas generasi terbaru yang memicu ponsel BlackBerry seakan kuno.
Apple Inc di tahun yang sama merilis ponsel yang tidak hanya bisa digunakan untuk mengakses email dan telepon sehingga memicu penjualan BlackBerry mulai tergerus. Penurunan dipicu karena perusahaan terlambat merombak sistem operasi untuk bisa bersaing.
Penurunan pendapatan perusahaan dipicu karena sekitar 46 persen pendapatan masih dikontribusikan dari bisnis perangkat keras, khususnya ponsel yang turun menjadi US$ 476 juta. Sekitar 46 persen lainnya dari jasa. Sisanya berasal dari perangkat lunak dan produk lainnya sekitar US$ 63 juta. “Arus kas positif dan kas yang stabil menjadi hal positif. Namun pertumbuhan perangkat lunak akan sangat bergantung pada pertumbuhan perangkat keras,” kata Analis Cowen & Co Timothy Arcuri.
Strategi Chen terus meningkatkan penjualan perangkat lunak perusahaan dan layanan yang menargetkan pelanggan bisnis dan pemerintah melalui produk BlackBerry Enterprise Server. Namun perusahaan masih memiliki jalan panjang meningkatkan bagian bisnisnya.
Meski BlackBerry tampaknya menyerah bila harus bersaing dengan platform lain, seperti Android dan iOS, ia masih memiliki dua perangkat baru yaitu BlackBerry Passport yang dirilis September dan BlackBerry Classic yang baru dirilis Rabu (17/12). BlackBerry Passport diklaim sudah tersedia pada 48 negara dan lebih dari 60 persen penjualan berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Sedangkan BlackBerry Classic menyasar pelanggan lamanya, khususnya penggemar ponsel seri Bold yang belum diperbarui sejak 2011.
BlackBerry juga sempat dianggap melakukan langkah mundur seiring merilis ponsel dengan papan ketik QWERTY. Baginya, masih ada pelanggan yang senang dengan ponsel dengan papan ketik dibanding ponsel dengan layar sentuh penuh seperti yang terus dirilis vendor-vendor terkemuka.
Chen mengklaim BlackBerry Passport telah dipesan 200 ribu unit dan terpaksa memangkas waktu manufaktur empat hingga enam minggu untuk memenuhi pesanan. Namun beberapa kali ponsel terjual habis sehingga hasil penjualan ponsel belum bisa dimasukkan dalam laporan keuangan kuartal III-2014.
Chen berharap ke depan akan lebih banyak merilis perangkat, khususnya di ajang Mobile World Congress di Barcelona awal tahun depan. Perusahaan juga menargetkan peningkatan penjualan perangkat lunak BlackBerry Enterprise Server 12 dan mampu menjual 10 juta ponsel per tahun. Sebagai perbandingan, Apple mampu menjual 39,3 juta iPhone selama tiga bulan pada kuartal III-2014.
Saham BlackBerry turun 6,4 persen menjadi US$ 9,43 per saham pada perdagangan Jumat (19/12). Sebelumnya, saham sempat anjlok 9,6 persen untuk penurunan intraday, terbesar sejak Juli 2014. Analis BGC Partners di New York Colin Gillis mengatakan, sementara saham turun karena kehilangan pendapatan seharusnya tidak mengalihkan perhatian perusahaan mencapai arus kas positif. “Meski pendapatan turun, perusahaan bisa meraup keuntungan walau tipis. Apa yang akan terjadi bila perusahaan meraih kenaikan pendapatan pada kuartal berikutnya?” kata Gillis.
Bulan depan, BlackBerry akan mengungkap Internet of Things yang memungkinkan semua perangkat rumah bisa terhubung hanya dengan satu perangkat ponsel. Namun belum jelas strategi apa yang akan dirilis BlackBerry terkait hal itu. Kita tunggu kebangkitan BlackBerry. Mampukah?
Sumber: AP, CNET, Forbes, Bloomberg, Reuters