Ekonom mikro Angus Deaton telah memenangkan Hadiah Nobel 2015 dalam bidang Ilmu Ekonomi atas analisisnya terkait konsumsi, kemiskinan, dan kesejahteraan.
Penghargaan bidang ekonomi telah diumumkan Senin pagi oleh Goran K Hansson, sekretaris Royal Swedish Academy of Sciences.
Deaton yang lahir di Skotlandia memiliki dua kewarganegaraan Amerika Serikat dan Inggris adalah seorang profesor ekonomi dan Kepala urusan internasional Princeton.
Ia fokus meneliti pilihan masyarakat sebagai individu yang didasarkan pada tiga pertanyaan. Pertama, bagaimana konsumen mendistribusikan belanja mereka di antara barang berbeda.
Kedua, berapa banyak pendapatan masyarakat dihabiskan dan berapa banyak yang disimpan. Ketiga, bagaimana kita mengukur secara terbaik dan menganalisis kesejahteraan dan kemiskinan.
Ia menganalisis ketiga jawaban dari masyarakat selama 10 tahun. Hasil jawaban ini dapat digunakan untuk komunitas ilmiah dan politik untuk merancang kebijakan perekonomian yang mengkhususkan peningkatan kesejahteraan dan pengurangan kemiskinan.
“Dengan menekankan hubungan antara keputusan konsumsi individu dan hasil untuk seluruh perekonomian, karyanya telah membantu mengubah ekonomi mikro modern, makro ekonomi dan ekonomi pembangunan,” kata lembaga akademi tersebut.
Selain itu, penelitiannya dianggap terobosan karena mampu melihat data secara dekat bagaimana manusia dan rumah tangga berperilaku dibandingkan mengandalkan data agregat nasional.
Secara substantif, dia berusaha melihat di balik statistik yang ada dan memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan masyarakat. “Jika kita ingin memerbaiki nasib terburuk seseorang, kita perlu tahu siapa mereka dan bagaimana mengukur peningkatan kesejahteraan mereka,” kata Deaton.
Perbandingan Standar Hidup
uang menjadi alat sederhana untuk membandingkan bagaimana ia makmur atau tidak secara ekonomi. Misalnya Jose memiliki US$ 1.000 dan Joe memiliki US$ 2.000. Secara gampang, tentu Joe dianggap lebih sejahtera.
Namun itu tidak sesederhana bila dikupas dalam dunia nyata. Terutama bila membandingkan jika Jose tinggal di Texas dan Joe tinggal di Toronto dan salah satu dari mereka memiliki dolar AS dan dolar Kanada.
Perbandingan standar hidup akan ditentukan berdasarkan nilai kurs dolar AS dan dolar Kanada yang tentu berbeda. Belum juga standar hidup di kedua negara dan gaya hidup mereka. “Kita juga harus melihat mereka makan apa, apakah memakai mobil, dan lain sebagainya,” katanya.
Perbandingan lebih gampang lagi pada harga iPhone yang berbeda di setiap negara meski hampir mirip. Perbedaan harga hanya ditentukan melalui besaran pajak dan fluktuasi mata uang setempat.
Namun harga iPhone tersebut bisa lebih murah bila ada operator yang memangkas harga dengan paket data yang harus dibayar per bulan dan sebagainya. “Ini juga berkaitan dengan gaya hidup masyarakat yang berbeda setiap negara, khususnya yang menentukan seberapa murah iPhone tersebut,” katanya.
Data ini sangat penting bagi pemerintah dan organisasi nirlaba yang tertarik memerangi kemiskinan sehingga harus meneliti pemahamanan individu lebih lanjut. Jadi tidak secara gampang menentukan masyarakat miskin bila pendapatannya di bawah US$ 1,90 (sekitar Rp 25 ribu) per hari di seluruh dunia karena arti pendapatan tersebut akan berbeda di setiap negara.
Deaton juga sangat dipuji atas karyanya bersama John Muellbauer yang memerkirakan permintaan barang berbeda dan mengukur standar hidup dan kemiskinan di negara berkembang dengan bantuan survei rumah tangga.
Ia juga dikenal sebagai ekonom kritis, khususnya terkait bantuan asing kepada negara miskin. Memang bantuan akan sangat berarti bagi mereka. Namun bila ditanya lebih lanjut, apakah bantuan khususnya dana penting bagi mereka.
Bisa jadi, bantuan tersebut malah kontraproduktif dan tidak sesuai kenyataan empiris. Artinya, hibah secara tunai bisa dianggap sebagai solusi bagi orang miskin dan pemerintah dianggap mampu memberikan kehidupan bagi mereka yang kurang layak.
Tapi sebenarnya pemerintah justru lupa masalah mendasar masyarakat miskin dan hanya memberi solusi dalam jangka pendek.
Atas karyanya tersebut, ia berhak menerima penghargaan dan uang tunai senilai US$ 978 ribu (sekitar Rp 13,1 miliar).
Bank Sentral Swedia Sveriges Riksbank memberikan hadiah ilmu ekonomi pada 1968 untuk menghormati Alfred Nobel. Sejak itu, hadiah diberikan kepada 75 pemenang dan hanya satu, Elinor Ostrom yang seorang wanita.
Semua penghargaan Nobel diserahkan pada 10 Desember yang bertepatan dengan hari ulang tahun kematian penerima Nobel yang meninggal pada 1896.
Sumber: huffington post, vox
Bantuan sembako dan uang tunai untuk rakyat miskin itu … sebenernya bentuk kegagalan negara menyejahterakan rakyatnya. Kecuali kalau rakyat miskin memang sengaja dibiarkan tetap miskin untuk kepentingan tertentu.
Bener Kak. Perbedaan standar hidup seseorang bisa jauh banget. Jadi misalnya yg gaji 10 juta pun masih merasa pas-pasan karena standar hidup yg tinggi, anaknya di sekolah yg SPP mahal, langganan katering, dll. Sementara yg gaji UMR malah berlebih karena masak sendiri.
10 tahun bukan waktu yang sebentar dan ternyata penelitiannya tersebut banyak bermanfaat. Bebricara tentang ekonomi memang luas apalagi jika perekonomian suatu negara karena banyak faktor yang mempengaruhi hal ini
Kalo Deaton menganalisa kemiskinan di sini bakal kayak apa ya pandangannya? Karena kan itu istilahnya secara global. Kalo lebih khusus pada satu tempat, siapa tahu bisa jadi masuk buat negara tersebut buat bangkit mengentaskan kemiskinan. Ya gak sih?
Tidak bisa dipungkiri yah penemuan Angus Deaton, banyak memberi insight buat peneliti lain dan gambaran kemiskinan untuk prediksi bertahun tahun berikutnya. Menurutku ya wajar kalau diberi ganjaran pemenang Nobel Ekonomi 2015, semoga memberikan banyak pemahaman tambahan buat kita tentang konsumsi, kemiskinan, dan kesejahteraan. Penelitiannya yang inovatif tentang perilaku konsumen dan pengukuran kemiskinan telah membantu mengubah cara kita memandang masalah ekonomi dan merancang kebijakan yang lebih efektif.
Wihhh, kirain tuh nobel ngga dapat reward kayak uang gitu lho. Kupikir yaa udah nobel dapat plakat penghargaan trus biaya ganti penelitian aja mungkin, eh ternyata ada rewardnya juga yaa dan nilainya fantastis bangettt
Wah menganalisis kemiskinan emang nggak semudah di dunia nyata ya ternyata. Biasanya orang yang punya uang lebih banyak dari yang lain dianggapnya sejahtera, padahal belum tentu juga ya tergantung kebutuhannya. Menarik banget nih buat diteliti dengan hubungannya di era sekarang.
Baca artikel ini jadi ingat pernyataan BPS yang bilang orang yang belanja 20ribu perhari tidak termasuk miskin. Jadi kesal lagi saya, hihihi.
Aku langsung lemess sii sama analisis tiga pertanyaan mengenai kesejahteraan hidup.
Rasanyaaa.. sadar banget akhir-akhir ini akutu sering gatel co barang-barang yang sama dan sebenernya kalo dipikir-pikir, fungsinya juga sama semua kaan.. cuma beda model.
Apa gak cukup punya 2, apa kudu sampek numpuk banyaakk??
Belum lagi, akutu gak hobi keluar rumah juga.. jadi barang yang kubeli literally useless..
Aku cuma nurutin apa yang aku mau.. bukan apa yang aku butuh.
Lah, aku jadi curhat yaak..
Overall, aku seneng banget baca artikel ka Ditto mengenai keuangan seperti ini. Insightful banget.