Tiga tahun lalu, aku berkesempatan jalan-jalan ke China. Tujuannya sih sebenarnya ke Shanghai karena urusan bisnis.
Namun setelah urusan bisnis kelar, urusan refreshing pikiran juga harus menjadi yang utama. Sayang sekali sudah perjalanan jauh malah urusan penat tak dihilangkan.
Kebetulan perjalanan saat itu harus transit di Bandara Internasional Hong Kong. Jarak perjalanan memakai pesawat dari Jakarta sekitar lima jam. Lumayan capek karena hanya duduk dan tidur di dalam pesawat. Untung banyak hiburan di pesawat, meski hanya menonton film atau memutar lagu.
Perjalanan selanjutnya dilanjutkan ke Shanghai dengan berbeda penerbangan. Penerbangan sekitar sejam dengan pesawat sedikit kecil. Cuaca saat itu sedang berkabut dan mendung sehingga pemandangan tak terlihat. Alhasil, menonton film dan memutar musik jadi pilihan lagi.
Urusan jalan-jalan melepas penat, kebetulan kantor sudah memesan pemandu wisata lokal yang fasih Bahasa Inggris. Pemandu yang kebetulan cewek ini memang sudah mengerti kebutuhan wisatawannya.
Ia tak lupa menanyakan ke kami ingin berwisata apa selama di Shanghai. Dalam perjalanan, kami diberikan penjelasan tentang China dan destinasi wisata unggulan yang selalu menjadi incaran wisatawan, khususnya Indonesia.
Lokasi utama yang menjadi tujuan aku dan teman-teman kantor saat itu yakni World Financial Center. Kebetulan urusan kantor berkaitan dengan bisnis. Jadi lokasi rapat tidak jauh dari gedung pencakar langit ini.
Gedung tersebut mirip seperti alat pembuka kaleng atau botol minuman. Destinasi ini sangat menonjol karena salah satu bangunan tertinggi di Shanghai. Bangunan terdiri atas kantor, hotel, dan pusat perbelanjaan, serta menjadi salah satu bangunan paling penting sebagai penunjang bisnis keuangan China.
Tinggi gedung sekitar 492 meter.Untungnya, aku dan teman-teman berkesempatan naik ke puncak gedung ini meski saat itu masih dalam pembangunan.
Aku lupa harga tiketnya. Namun untuk menuju ke puncak gedung tidak butuh waktu lama menggunakan lift. Bahkan lift yang dipakai berkecepatan tinggi. Saat itu hanya sekitar semenit untuk mencapai puncak gedung.
Di bagian seperti pembuka kaleng itu memakai lantai seperti kaca tebal. Kita bisa berjalan kaki di atasnya sambil melihat pemandangan di bawah. Seakan kita berjalan di awan. Sumpah semeter jalan saja sudah tidak kuat. Kaki gemetar dan keringat panas dingin.
Bagi yang tidak suka ketinggian, memang tidak dianjurkan naik gedung ini. Namun bagi yang suka adrenalin ketinggian, bisa mencoba berjalan kaki di atas lantai kaca tersebut.
Bagi yang tidak kuat berjalan sendirian, dipersilakan berpegangan di samping tembok. Karena aku takut ketinggian, akhirnya aku malah berjalan merangkak. Hahaha..Di tengah perjalanan aku menyerah dan bersandar di tembok. Wkwkwkwk..
Jelang makan siang, kami diajak ke Yu Garden atau Yuyuan Garden. Lokasi wisata ini berupa taman wisata paling mewah dan terbaik di Anren Street 132 atau semacam Kota Tua di Jakarta.
Di sini kami melihat desain bergaya Suzhou di areal taman seluas dua hektare. Urusan taman ini bisa di-googling karena sudah banyak yang membahasnya.
Perut mulai lapar dan saatnya diisi. Untungnya di Yuyuan Garden ini menyediakan aneka camilan dan restoran. Kami pun mencoba memasuki restoran di tepi kolam tersebut.
Namanya juga restoran China ya isinya masakan China. Masalahnya, sebagai muslim aku masih ragu urusan kehalalan makanan. Apalagi saat itu aku muslim sendirian di antara rombongan kantor. Kebetulan juga pemandu wisata kami nonmuslim.
Jadi aku seakan harus terima dibawa ke restoran tadi. Lain kali harus cari tahu dulu Paket Tour Wisata Halal China biar urusan tidak bermasalah seperti ini.
Akhirnya aku hanya menyantap semacam bakso dan nasi (tetap ya belum lengkap makan kalau tidak makan nasi). Hahaha..maklum rindu kampung halaman kalau urusan makanan. Wkwkwk..
Perjalanan hampir sore, kami menuju The Bund. Salah satu tempat wisata di Shanghai yang terkenal ini menawarkan panorama keindahan bangunan tinggi, sebuah dermaga, serta kawasan bisnis yang tetap terjaga keasliannya.
Nama Bund diambil dari kata Hindi yang berarti tanggul, waduk atau bahkan dermaga. Penamaan Bund juga sering disebut di India sampai Jepang (Bund Yokohama). Istilah The Bund kemudian dibawa keluarga Victor Sassoon ke Shanghai.
Suatu saat, aku bermimpi Sungai Ciliwung di Jakarta bisa sebersih Sungai Huangpu dengan deretan bangunan pencakar langit di sampingnya. Sungguh pemandangan alami ditambah keindahan masa kini yang luar biasa.
Pemerintah memang berkomitmen menjaga kebersihan sungai demi kepentingan pariwisata. Di sungai ini juga disediakan wisata naik kapal. Namun karena kedatangan hanya sejenak dan perlu mendatangi destinasi lainnya, kami melewatkan naik kapal tersebut.
Menjelang malam, perut kami lapar lagi. Pemandu wisata ini pun mengusulkan untuk wisata kuliner pinggir jalan. Entah aku lupa nama jalannya, tetapi tidak jauh dari The Bund. Sekilas macam pusat kuliner Pecenongan di Jakarta Pusat yang penuh kafe kecil khas China.
Di sini lebih parah lagi. Tidak ada masakan halal. Akhirnya kami berhenti di sebuah kedai mie biar aku bisa makan.
Aku memesan mie tanpa minyak babi. “Eh, enak loh masakan yang diberi minyak babi ini. Beda dengan masakan lainnya,” kata teman menggodaku.
Dan benar saja. Mie yang aku pesan rasanya hambar sekali. Persis mie direbus tanpa bumbu, apalagi mie disajikan dingin. Sumpah tidak enak sama sekali. “Kalau tidak enak, jangan dipaksa makan. Nanti muntah,” kata pemandu wisata itu.
Kesal banget rasanya. Nanti saat kembali ke China, aku akan pilih Paket Tour Wisata Halal China yang tepercaya. Kebetulan teman menyarankan aku pakai Cheria Wisata, Tour Travel Halal Terlengkap di Indonesia. Tapi saat itu aku abaikan. Menyesal deh sekarang.
Menjelang tengah malam, kami baru tiba di hotel di tengah kota. Perut pun lapar lagi karena sepanjang hari hanya makan bakso dan mie. Akhirnya pilihan terakhir makan nasi dan ayam di restoran cepat saji. Hahaha…Dasar orang Indonesia. Belum makan kalau belum terisi nasi. Ya sudah daripada kelaparan menyusahkan orang. Hahaha..