Semua yang ada di dunia ini memang bisa dibeli dengan uang. Kecuali satu yang tidak bisa dibeli yaitu kebahagiaan.
Barusan gw nonton film “Wall Street” yang diproduseri oleh Oliver Stone, Edward R. Pressman dan Michael Douglas bareng jurnalis dari Kementerian Keuangan.
Yups..biasalah, jurnalis dari Kementerian Keuangan ini memang ingin selalu menonton yang berbau tidak jauh dari tugasnya, yaitu uang.
Mengutip sinopsis dari 21cineplex.com, film yang dibintangi oleh Michael Douglas, Shia Labeouf, Josh Brolin dan Carey Mulligan ini menceritakan tentang Gordon Gekko (Michael Douglas) setelah dibebaskan dari penjara. Meskipun upayanya untuk memperingatkan Wall Street dari penurunan ekonomi di masa datang dan jatuhnya harga pasar saham, tak seorang pun di dunia keuangan percaya padanya karena kejahatan keuangan yang dilakukannya.
Gekko memutuskan untuk memusatkan perhatian untuk memperbaiki hubungan dengan putrinya, Winnie, yang menyalahkan Gekko atas kematian kakaknya, Rudy. Pada saat yang sama, pedagang saham muda di Wall Street, Jacob (Shia LaBeouf) kehilangan mentornya yang meninggal secara mendadak dan Jacob yakin keterlibatan pelaku bisnis lainnya atas kematian tersebut.
Jacob, tunangan Winnie, berusaha membalas dendam dan Gekko setuju untuk membantunya, sebagai imbalan Jacob membantu hubungan Gekko dengan Winnie.
Di sini betapa uang menjadi dewa bagi semua hal, bahkan mengalahkan kebahagiaan keluarga. Konflik memuncak saat Gekko ternyata mengincar deposito yang telah dikumpulkan untuk anaknya, sejak Winnie berusia 14 tahun. Nilainya mencapai USD100 juta.
Padahal rencananya uang ini akan dicairkan dan digunakan untuk keperluan keluarga Winnie dengan Jacob serta anak yang masih dikandungnya. Ah, telat sudah. Ternyata sang bokap malah ngembat hak milik anaknya ini dan digunakan untuk kepentingan bisnisnya.
“Uang itu bagaikan wanita sundal yang menunggumu di kamar tidur sambil memicingkan mata. Sekali kau tidak mengambilnya, maka uang itu akan lenyap.”
Hmmm..Wall Street ini memang mengangkat isu yang berat. Sebagai bursa terbesar di Amerika Serikat dan mempengaruhi bursa di semua negara, Wall Street ini memang menceritakan bukan hanya uang, tapi soal permainan dengan orang, tentunya masih berkaitan dengan uang.
Selain itu, film ini juga menceritakan tentang betapa besar pengaruh isu dalam mempermainkan harga saham di pasar modal. Sedikit saja ada isu negatif maka nilai saham pun bisa anjlok. Fiuuuhhh..hal itulah yang terjadi dengan saham Bank Mandiri akhir pekan lalu yang turun 4%, hanya karena right issue-nya dilaksanakan setelah BNI.
Usai nonton Wall Street, gw pun pulang dan mulai menyalakan televisi. Biasalah, gw nonton Film Televisi (FTV) di SCTV. Judulnya, I Wanted Pacar Ganteng dan Kaya.
Ah, ceritanya tidak jauh beda dengan Wall Street, masih berkutat dengan uang. Cuma gaya berceritanya disesuaikan dengan anak muda. Intinya, ada seorang cewek yang suka dengan cowok kaya dan ganteng. Akhirnya mereka pun berpacaran.
Naasnya, keluarga cowok ini bangkrut dan cowok ini kembali miskin. Tapi, ternyata namanya sudah kepelet cinta. Hubungan mereka pun tidak terpengaruh oleh kekayaan, meski orang tua cewek ini melarang berhubungan dengan cowok kere ini dan menyuruhnya untuk mencari cowok kaya lain.
“Ahhh..kekayaan itu tidak akan menjamin kebahagiaan. Bukankah hidup itu masih bisa indah meski tidak bergelimpangan harta.”
Akhirnya, Yovie and Nuno pun hanya bisa bersenandung “Manusia Biasa”.
Aku memang manusia biasa..
Yang tak sempurna dan kadang salah..
Namun di hatiku hanya satu..
Cinta untukmu luar biasa..