Bank Indonesia (BI) menyatakan, akses perbankan masyarakat Indonesia masih rendah dibanding masyarakat di Asia. Indonesia bahkan masih kalah dibanding Vietnam.
Direktur Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI Yunita Resmi Sari mengatakan, akses perbankan tersebut dihitung dari rata-rata kepemilikan rekening di lembaga keuangan formal. “Masyarakat yang mampu mengakses perbankan hanya 20 persen dari total penduduk. Vietnam malah sudah 21,49 persen,” kata Yunita di Bandung, Sabtu (22/2).
Akses perbankan masyarakat tertinggi di Asia dimiliki oleh Malaysia dengan angka 66,79 persen. China berada di urutan di bawahnya dengan rasio 63,8 persen. Sedangkan India 35,2 persen dan Filipina 26,5 persen.
Dari jumlah tersebut, Yunita mengaku sekitar 68 persen dari masyarakat sudah sadar untuk menabung. Sekitar 48 persen dari jumlah itu sudah menabung di bank, lembaga keuangan nonbank (LKNB) dan non lembaga keuangan.
Dari sisi inklusivitas, sekitar 40 persen masyarakat tidak bisa meminjam dana di perbankan karena sejumlah alasan, teruma agunan. Sekitar 17 persen masyarakat sudah mendapat pembiayaan dari bank dan 36 persen meminjam dari lembaga informal.
“Mereka inilah yang meminjam di pegadaian hingga rentenir. Asal dana bisa cair, mereka akan menempuh segala cara dan belum di lembaga perbankan,” katanya.
Pengaruhi Kemiskinan
BI juga mencatat ada hubungan positif antara sektor keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga berpengaruh ke tingkat layanan bank dan angka kemiskinan di Indonesia. Hasilnya, semakin rendah akses keuangan masyarakat, semakin besar rentang kemiskinannya. “Semakin banyak jumlah bank di daerah tertentu, semakin kecil pula angka kemiskinannya,” kata Yunita.
Jika dilihat dari persentase penduduk miskin di suatu provinsi dengan rata-rata pengeluaran per bulan per kapita sebesar US$ 1,8, wilayah Jabodetabek mengalami angka terendah yaitu 3,7 persen. Yunita mengatakan, persentase angka Jabodetabek kecil karena sudah banyak lembaga keuangan baik bank maupun nonbank berada di wilayah ini. “Tidak heran, angka persentase kemiskinannya juga kecil,” katanya.
Berbeda dengan kondisi di Papua yang masih memiliki persentase 30,66 persen. Ini artinya, akses perbankan masyarakat Papua masih rendah dan angka kemiskinan di wilayah tersebut masih tinggi. “Tidak heran karena perbankan juga masih jarang berada di sana,” katanya.
Kepala Bank Indonesia (BI) wilayah Sumatera Utara Difi A Johansyah mengatakan, persentase angka ini bisa dilihat dari jumlah bank, jumlah masyarakat di wilayah tersebut, jumlah pegawai bank hingga jumlah fasilitas layanan perbankan di daerah tertentu.
“Wilayah Aceh masih memiliki angka 18,58 persen. Ke depan, kami akan berusaha menurunkan angka tersebut dengan memperbanyak akses masyarakat ke perbankan dengan sosialisasi dan edukasi,” katanya.